PAIN
“Aaaaa...nggak
nggak...jangan aaaa...”
“Tita,
bangun...kamu mimpi buruk lagi ya?”
“Ah
iya, Kak...” Kataku sembari mengusap keringat yang mengucur deras di dahiku.
“Yaudah
ayo gih siap-siap sekolah.” Kata Kak Damar seraya keluar dari kamarku.
Mimpi itu memang selalu menghantuiku
setiap aku memejamkan mata. Peristiwa yang tidak akan pernah bisa aku lupakan.
Peristiwa yang telah merubah hidupku secara keseluruhan. Kecelakaan itu
merenggut kedua orang tuaku, hanya aku yang selamat sendirian. Peristiwa itu
juga merenggut seluruh harta peninggalan orang tuaku dari tanganku sebagai anak
satu-satunya yang diambil oleh keluarga serakah tanpa belas kasih dan bahkan
teman-temanku pun tak lagi ingin berinteraksi denganku setelah aku jatuh
miskin. Yang kupunya sekarang hanyalah kak Damar, Damar Ramadhan, malaikatku.
Malaikat tanpa sayap yang memiliki mata bulat cokelat yang indah, postur tubuh
tegap yang selalu siap melindungiku dari apapun, dan senyum miringnya yang
selalu membuatku betah untuk terus melihatnya.
“Tita...ayo
cepet ah mau aku anter gak? Nanti aku terlambat kuliah!”
“Iya
Kak, iya maaf.” Kataku sambil berlarian setelah menyeruput susu dan mengambil
setangkup roti buatan Ibu. Yap, Ibu Kak Damar...bukan Ibuku.
“Damar...ini
masih pagi kok, kasian loh Tita buru-buru gitu sarapannya.” Kata Ibu.
“Pagi
apaan, Bu? Ini udah jam 7 lho,Itu sih
salah Tita sendiri, Bu yang bangunnya telat mulu.”
“Iya
deh Kak, maaf ya, yuk berangkat aku udah siap nih.” Kataku sambil mengecup
tangan Ibu.
Walau terkesan galak, tapi aku tahu Kak Damar
sangat menyayagiku. Kalau tidak, mungkin saja dia tidak akan mengajakku untuk
tinggal di rumahnya kala itu dan mungkin saja aku sudah diusir sejak pertama
kali buat masalah di rumahnya. Ya, Kak
Damar adalah orang yang menemukanku berjalan luntang lantung di tengah hujan
deras, sesaat setelah orang tuaku meninggal dan keluargaku yang lain mengambil
alih seluruh perusahaan, rumah, dan lain sebagainya yang harusnya menjadi
milikku. Kak Damar membawaku ke rumahnya, memang Kak Damar bukan keluarga kaya
raya, rumahnya biasa saja, tetapi sangat penuh kehangatan. Akupun terpaksa
pindah sekolah karena keluarga Kak Damar tidak sanggup untuk membiayaiku di
sekolah lamaku, tetapi tak apa toh aku juga benci sekolah itu beserta seluruh
teman munafikku.
***
Umurku
dan Kak Damar berbeda satu tahun. Rasanya sedih saat dia akhirnya menjadi
mahasiswa dan tidak lagi pergi ke sekolah denganku. Walau dia memang tetap
mengantarku sekolah dan menjemput di kala memungkinkan, tetapi tetap saja aku
tak lagi merasa aman, aku tak lagi merasa dilindungi di sekolah dari bully-an
teman-teman yang mencapku sebagai benalu dari keluarga Kak Damar. Dulu aku
sempat melarikan diri dari rumah karena tak tahan lagi mendengar cemoohan orang
lain, tetapi Kak Damar akan selalu mencariku, dia tak akan ingin pulang tanpa
aku dan dia selalu berhasil menemukanku. Karena itu aku terlalu terbiasa
membiarkan diriku bergantung padanya.
Aku
pun menyadari, perasaan bergantung padanya ini akan menjadi perasaan yang
berbahaya. Perasaan ini akan terus tumbuh menjadi sesuatu yang terasa berbeda,
berbeda dari apa yang Kak Damar rasakan kepadaku. Aku menyadari dengan sangat
bahwa Kak Damar memang menyayangiku, tetapi hanya sebagai adik. Bukan seperti
perasaanku terhadapnya seebagai seorang laki-laki yang sudah tulus aku cintai
karena seluruh perbuatannya.
Aku
merasa sakit, setiap dia menceritakan bahagianya dia menemukan seorang wanita
yang diimpikan di kampus barunya. Hatiku hancur tiap kali Kak Damar meminta
nasihatku sebagai sesama perempuan untuk mendekati dia. Namanya Meilita, namanya
seindah parasnya, Kak Mei memiliki mata biru yang cantik, kulitnya putih pucat
tetapi pipinya selalu bersemu merah setiap Kak Damar memujinya jika dia
berkunjung ke rumah, dia terlihat sangat serasi dengan Kak Damar bahkan Ibu dan
Ayah pun terkesan sudah siap merestui pernikahan Kak Damar dan Kak Mei jika
mereka meminta untuk dinikahkan sekarang.
***
Sampai
suatu ketika, aku memergoki Kak Mei pergi dengan laki-laki lain. Ternyata
parasnya tak seindah perrbuatannya. Hatiku hancur melihat betapa teganya dia
mengkhianati Kak Damar, malaikatku, seseorang yang sangat aku cintai melebihi
diriku sendiri. Saat aku menceritakannya kepada Kak Damar, dia marah. Untuk
pertama kalinya aku melihatnya semarah ini terhadapku, hatiku semakin hancur karena
Kak Damar tidak mempercayaiku, dia lebih memilih mempercayai Kak Mei yang belum
lama ini dikenalnya. Bodohnya aku memang tidak membawa bukti apapun agar Kak
Damar percaya.
***
Esoknya,
aku memutuskan untuk membuntuti Kak Mei untuk mendapatkan buki
perselingkuhannya. Aku mendapatkan alamat rumah Kak Mei dari buku catatan Kak
Damar dan sesuai ekspektasiku, pagi ini laki-laki yang kemarin ku lihat itu
menjemput Kak Mei, padahal Kak Mei bilang pada Kak Damar di telepon hari ini
tidak ada kuliah. Kak Mei pasti sengaja berbohong,
ini kesempatan emas untukku mempotret atau bahkan memvideokan mereka.
Saat
sedang asyik mempotret dan memvideokan mereka, handphoneku berdering, telepon
dari Kak Damar.
“Kamu
ke mana aja sih jam segini belum pulang? Tadi aku lewat sekolahan kamu, sekolah
kamu udah sepi, kamu di mana? Jangan keluyuran deh!” Cercar Kak Damar.
“Iya
Kak, Iya bentar lagi aku pulang...aku lagi cari bukti soal Kak Mei”
“Hah?
Apa? Kamu masih ngotot aja ya soal Mei ya ampun.”
“Aku
harus lakuin ini supaya kakak percaya sama aku, udah dulu ya kak, dah!” Kataku
sambil memutuskan telepon.
Saat aku melihat ke arah Kak Mei dan
selingkuhannya, mereka sudah menghilang. Aku mengitari area itu, tetapi aku kehilangan
jejak meereka.
“Yah
ya sudahlah, toh aku juga sudah dapat beberapa foto” Saat aku menengok ke
belakang, tiba-tida ada Kak Mei.
“Udah
ambil foto akunya? Akunya keliatan gendut gak? Akunya cantik kan?” Katanya
sambil tersenyum licik.
“...c...cantik
kok Kak Mei selalu cantik” Kataku tergagap.
“Karena
aku selalu cantik kamu jadi cemburu kan? Kamu suka kan sama Damar?
Berani-beraninya sampai buntutin aku!”
“E..nggak
Kak, aku gak suka Kak Damar, aku kan adiknya hehe” Kataku tertawa canggung.
“Orang
bego mana sih yang gak ngeliat kalau kamu suka Damar? HAHA atau Damar itu emang
bego ya...gak pernah sadar kamu suka dia, bahkan Damar juga bisa aku begoin
dengan cinta palsu aku HAHA” Kak Mei tertawa puas sambil mencoba mecengkram
tanganku “Siniin gak handphone kamu! Hapus semua foto dan video itu karena aku
belum puas manfaatin kepinterannya Damar untuk tugas-tugasku” Oh astaga jadi
ini ternyata alasan Kak Mei berpacaran dengan Kak Damar, aku tidak rela, aku
harus membawa kabur bukti ini.
Untungnya aku berhasil lari dari Kak
Mei, tetapi ternyata dia tak menyerah untuk mengejarku bahkan selingkuhannya
mengeluarkan mobilnya untuk mengejarku dan DUARRR!
***
“Dok,
gimana keadaanya Tita, dok?” Tanya Ibu Kak Damar penuh khawatir saat Dokter
keluar dari ruanganku.
“Kondisi
Tita masih kritis, Bu dan dia terus-terusan memanggil nama Damar, adakah yang
bernama Damar di sini?” Kak Damar yang mendengar hal tersebut langsung bangkit
menemuiku. Kak Damar tak kuasa menahan tangis melihat kondisiku.
“Ta,
maafin aku, Ta. Ini semua salah aku, coba aku percaya omongan kamu, Ta.”
“Gak...apa-apa
Kak...yang penting Kak Damar udah percaya aku sekarang” Kataku sambil
tersenyum.
“Iya,
Ta. Aku janji aku bakal percaya kamu terus dan kamu tenang aja Mei sama
selingkuhannya udah dibawa ke kantor polisi tadi, jadi mereka gak akan ganggu
kamu lagi, Ta!”
“Makasih
ya Kak udah mau percaya sama Tita, makasih ya untuk segala hal yang udah kakak
lakuin untuk Tita, makasih udah mau jadi malaikatnya Tita, sekarang Tita bisa
pergi dengan tenang nyusul Ayah sama Ibu Tita, makasih juga untuk Ayah sama Ibu
Kak Damar yang mau ngurus Tita, jadi pengganti Ayah dan Ibu untuk Tita.”
“Nggak...kamu
ngomong apasih, Ta. Kamu gak boleh pergi!” Detak jantung Tita tiba-tiba
berhenti, Damar terus meneriakan Dokter untuk mencari bantuan tetapi Dokter tidak bisa menyelamatkan Tita.
“Ta...padahal
kan aku belum sempet bilang kalau aku bego, gak pernah liat ada cinta yang
jelas-jelas nyata untuk aku dari kamu, Ta dan tanpa aku sadari aku juga udah
lama mendem perasaan ini buat kamu, Ta! Jangan tinggalin aku, Ta!.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar